Saturday, February 10, 2018

Pertarungan Daud dan Goliath ?

Pilwalkot Bekasi : Pertarungan Daud dan Goliath ?

Oleh : Harry Muryanto

Proses pendaftaran calon walikota dan wakil walikota Bekasi telah selesai. Hajatan politik lima tahunan akan segera dimulai dan telah menampilkan dua pasang cawalkot/wawalkot.

Walikota Rahmat Effendi (Pepen) sebagai petahana dengan didukung 8 partai (Golkar, PAN, PPP, PKB, Hanura, Nasdem, PKPI dan PDIP) akan berhadapan dengan Nur Supriyanto (Nur) dan pasangannya Adhy Firdaus yang hanya didukung dua partai (PKS dan Gerindra).

Melihat situasi ini, menjadikan kita teringat pada pertarungan antara si kuat vs si lemah atau si besar menghadapi si kecil. Dan contoh yang paling sering kita ingat dari pertarungan sejenis ini adalah pertarungan antara Daud dan Goliath.

Malcom Gladwell dalam bukunya berjudul “David and Goliath” menceritakan secara detail bagaimana akhirnya yang kecil tidak selalu kalah dari yang besar. Apa yang dilakukan Daud agar bisa menang dalam pertarungan satu lawan satu antar perwakilan prajurit dua pasukan yang sedang berhadapan?

Daud menolak dipinjamkan pedang dan perisai oleh pimpinannya ketika akan maju bertarung. Yang dia bawa justru adalah tongkat dan ketapel/pelontar tangan. Daud tahu bahwa untuk mengalahkan Goliath yang bertubuh raksasa tidak mungkin untuk bertarung apa adanya menggunakan pedang dan perisai.

Di sisi lain, Goliath meyakini lawannya di pertarungan adalah prajurit terbaik pasukan lawan yang notabene akan punya badan dan tenaga sebesar dan sekuat dia. Maka dia tetap menggunakan baju zirah yang berat selain pedang dan perisai. Goliath tidak paham, bahwa beban yang menempel pada tubuhnya akan menyebabkan kekalahan yang berujung pada kematiannya.

Tidak ada yang menyangka bahwa akhir dari pertarungan dua prajurit itu adalah kalahnya Goliath yang besar di tangan Daud yang kecil. Daud menggunakan pelontar untuk mengincar dahi yang menjadi kelemahan Goliath. Goliath yang besar dan berat bergerak sangat lamban karena menggunakan tenaga sebagai kekuatan utamanya.  Daud telah membuktikan bahwa kekuatan bisa berasal dari sumber lain, dia menggantikan tenaga dengan kecepatan dan kejutan.

Dalam konteks pilwalkot Bekasi, Nur Supriyanto adalah pemain kecil. Memang dia pernah jadi ketua PK (sebelum menjadi PKS) Kota Bekasi hampir 20 tahun yang lalu. Tapi kiprahnya akhir-akhir ini lebih banyak di provinsi karena posisinya sebagai anggota DPRD Provinsi dan itu menjadikannya pemain ‘baru’ setelah kembali ke Kota Bekasi. Sebagai pemain ‘kecil’ dan ‘baru’, Nur tidak akan terbebani urusan janji-janji kampanye walikota lama yang belum selesai. Nur dan timnya seharusnya menjadi pemain lincah yang bisa melontarkan ide-ide yang mengejutkan untuk perbaikan kota Bekasi.

Akan halnya petahana, kekuatan dan kebesarannya didukung oleh 8 partai belum tentu menjadikan dirinya kuat. Seringkali yang terlibat besar sebenarnya malah rapuh. Kartu Bekasi Sehat (KBS) yang dijadikan andalan utama kekuatannya, belum tentu jadi kekuatan jika kemudian kita lihat dan temukan bahwa distribusinya tidak merata ke seluruh warga Bekasi yang semestinya berhak mendapatkannya. Belum lagi sumber pendanaannya, apakah memang berasal dari pos Anggaran yang halal dan benar sesuai aturan.


Maka terbersit satu pesan untuk tim Nur Supriyanto dan Adhy Firdaus (NF). Segeralah siapkan ketapelmu, bidik titik lemahnya petahana seperti juga Daud mengincar dahi Goliath. Karena untuk mengalahkan gajah, kita harus  berpikir seperti kancil yang lincah dan tanpa beban..

Jatiasih, 10 Februari 2018

No comments: