Saturday, March 10, 2018

Hindari Pilih Kepala Daerah dari Dinasti Politik

Hindari Pilih Kepala Daerah dari Dinasti Politik

Audrey Santoso

Jakarta - Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) UGM, Oce Madril, mengimbau agar masyarakat waspada dengan calon kepala daerah yang berasal dari dinasti politik. Menurut dia, dinasti politik dan perbuatan koruptif adalah suatu kesinambungan.

"Dalam momentum Pilkada tentu saya harap masyarakat menggunakan hak pilihnya, diarahkan pada calon-calon yang bukan dari dinasti politik. Lebih baik dihindari calon-calon dari dinasti politik," kata Oce ketika berbincang dengan detikcom, Jumat (2/3/2018).

Baca juga: Kasus Suap Walkot Kendari-Cagub Sultra, Dinasti Politik Disoal

Oce menjelaskan dinasti politik akan mempertahankan eksistensinya dan cara merawat kekuasaan adalah dengan membeli dukungan partai. Di situlah, lanjut Oce, dinasti politik membutuhkan banyak uang untuk membayar biaya dukungan.

Baca juga: Lepas Masker, Ini Cagub Sultra yang Kena OTT saat Tiba di KPK

"Dinasti politik dan korupsi itu kan saling terkait. Dinasti politik membutuhkan korupsi untuk merawat kekuasaannya, membeli dukungan partai. Dan sebaliknya, korupsi akan meningkat begitu ada dinasti politik," ujar Oce.

Baca juga: KPK Tahan Ayah-Anak Cagub Sultra dan Wali Kota Kendari

"Polanya begitu, sistem politik kita itu kan sistem politik yang korup. Begitupun sistem Pilkada, ada mahar, politik uang. Untuk merawat agar dinasti politiknya tetap awet, butuh modal yang besar. Modal yang besar biasanya datang dari suap, korupsi proyek-proyek," sambung Oce.

Oce berpendapat, politikus yang memiliki dinasti memang akan lebih mudah menggunakan wewenang

Diberitakan sebelumnya, Wali Kota Kendari Adriatma menerima suap Rp 2,8 miliar untuk membiayai pemenangan ayahnya, Asrun yang mencalonkan diri sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara tahun ini. Adriatma sendiri sebelumnya menduduki posisi walikota menggantikan ayahnya, Asrun.

Baca juga: KPK: Walkot Kendari Minta Suap untuk Pencalonan Ayah di Pilgub Sultra

"Ini model pembiayaan pemenangan Pilkada oleh dinasti politik. Meski calonnya itu bukan petahana, tetapi ada anggota keluarga, karib, kerabat atau pendukungnya yang lain ada di pemerintahan," ucap Febri.

"Mereka yang di pemerintahan itu menggunakan kewenangannya untuk korupsi, menghimpun dana dan membantu calon itu. Jadi waspadai calon-calon yang memiliki keluarga, karib, kerabat yang menjabat jabatan strategis di daerah," imbau dia.(aud/dkp)

No comments: