AKSELERASI EXTREM
Tidak sedikit para orgtua dan praktisi pendidikan yg menyampaikan kritik keras terhadap akselerasi extrem yg terus dilakukan oleh pesantren Alhikmah Bogor Dan pesantren mafaza. Menurutnya, hal itu bisa merusak perkembangan psikologis anak. Anak2 harus menempuh jenjang pendidikan sesuai dg usianya.
Namun pendidikan dlm standar apa? Jika mengacu pd kurikulum diknas maupun depag, jelas santri2 alhikmah dan mafaza terlalu jauh diluar jalur. Namun jika ukurannya pd pola belajar para ulama dan ilmuan muslim jaman keemasan, Rute Akademis Super ini tdk ada apa2nya.
Diantara kita banyak yg berteori bhw anak2 yg melakukan lompatan pendidikan terlampau tinggi akan dilanda depresi. Padahal kebanyakan kasus depresi justru di alami oleh anak2 yg belajar mengikuti tahapan2 kurikulum diknas namun di iringi berbagai bimbel yg melelahkan. Sebaliknya kami tdk menemukan kasus stress pd semua santri yg menjalani program akselerasi extrem, jika sebelumnya ia dibekali alqur'an.
Anak2 yg selepas SD dijebloskan kuliah dan dipaksa berinteraksi dg mahasiswa yg usianya jauh lbh tua, malah tambah sehat jiwanya, tambah dewasa, tambah kalem, tambah matang dan cepat cerdas. Saya akan kembali menyodorkan contoh.
Muhammad Hilmi Muwafaq adalah salah satu dari puluhan santri Pesantren Qur'an Al Hikmah Bogor yg di uji coba dlm program akselerasi extrem.
Selepas menghabiskan usia SD nya di sekolah alam Indonesia, ia langsung masuk alhikmah. Dalam waktu setahun ia menyelesaikan seluruh hafalan qur'annya. Menjelang usia 14 thn putra ustadz Fathurrahman Al Fath ini kuliah bahasa Arab di solo. Dan ia menyelesaikan program I'dad lughowi di usia 15 thn. Sampai disini, kemampuan bhs Arab hilmi setara dg Sarjana S1 sastra Arab univ dalam negeri.
Kini di usianya yg ke 16, ABG yg pendiam ini sdh berada diluar negeri utk meraup ilmu2 yg lbh tinggi.
Hilmi adalah bukti bhw lompatan pendidikan yg cukup tinggi tdk akan membuat anak2 depresi. Mari kita amati remaja ini lbh seksama:
Di usia 13 sampai 15 thn hilmi masuk kuliah. Ia belajar bhs Arab dan studi Islam di lembaga yg menggunakan kurikulum international. Dan pd usia tsb hilmi berteman dg mahasiswa yg jauh lbh tua. Ia bahkan satu kelas dg para ustadz yg sdh punya anak.
Beban hilmi bukan hanya itu, di usia belianya itu, ia tinggal nyaris sendirian dikota itu. Tidak tinggal dipesantren, dan tak ada kerabat apalagi sanak saudara. Setiap libur semester, ia dipanggil pesantren Alhikmah Bogor utk mengajar peserta sanlat yg masih kecil2. Terkadang diamanahi pula membimbing santri baru alhikmah yg sebaya umurnya dlm program dauroh qur'an.
Alqur'an bukan hanya membuatnya mampu menjalani lompatan akademis. Namun juga lompatan kepribadian. Di usianya yg masih belia, ia sudah dewasa, lebih sabar, tangguh, mentalnya kuat, dan mampu menerima amanah penting. Namun yg lbh utama adalah: ia sdh menunjukan KESHALEHAN. Bukankah itu yg membuat org tua bahagia.
No comments:
Post a Comment