Saturday, January 27, 2018
Keras pada Perilaku Elgebete
Kenapa Kita yang Normal Harus Galak dan Keras pada Perilaku Elgebete? INI PENGALAMAN NYATA...
by Irwitono Soewito
Kenapa kita (yang normal) harus galak dan keras pada perilaku elgebete? Tolong baca baik-baik, ya. Perilaku elgebete bukan orangnya..!!
Nih saya kasih cerita nyata. Sahabat anak saya, sejak SD sampai SMA sekolah Islam terus. Sekolah elit, fullday, SPP-nya kurang lebih dua jutaan. Pulang pergi sekolah naik antar jemput. Fasilitas sekolah memadai. Apa artinya? Anak itu mendapatkan lingkungan pendidikan yang sangat amat bagus. Aqidahnya terjaga, bisa baca Al Qur’an dengan baik, prestasi akademik pun lumayan. Bagus, to?
Tapi toh dia juga jadi korban elgebete. Kan kampret banget ...!!!
Makanya saya bengong saat suatu hari mamanya datang menangis sesenggukan mendapati hape anaknya berisi chat mesra dengan bajingan lelaki homo kutukupret haram jadah yang telah jadi iblis dalam kehidupan buah hatinya.
Entah kapan dan bagaimana mulainya, ananda Fulan berkenalan dengan kadal homo itu di dunia maya. Perhatikan, Fulan adalah anak rumahan baik-baik bukan anak jalanan tanpa asuhan. Secara materi tidak ada masalah. Jadi di mana masalahnya?
Celah itu bernama gadget alias HP, yang diberikan tanpa pengawasan ketat. Walhasil Fulan berkelana ke mana-mana sampai ketemu komunitas laknat tersebut. Bermula dari chat biasa, agak menjurus dan bikin penasaran, sampai kopi darat, dan ......
Saya merinding saat ibundanya cerita bab yang nggilani saat menginterogasi putra tercintanya.
“Kowe wis diapakno wae, le?” (kamu sudah diapain aja nak?)
“Cuma dielus-elus dan diciumi kok, Ma.”
“Tenan? Wis dikonokno durung?” (betul? sudah digituin belum?) Maksud beliau adalah disodomi, dan bagian ini rasanya bikin jantung mau copot.
“Belum, Ma. Beneran belum. Aku masih waras dan masih sayang Mama. Aku pingin sembuh, Ma.”
“Dos pundi niki, pak?” (gimana ini pak?) ratap si ibu ke saya. Dan asli saya tak bisa pura-pura sok jantan menahan bulir air mata merembes.
Anak shalih, sekolah di lembaga pendidikan Islam, berteman dengan anak-anak baik dan normal, bisa kena elgebete juga. Ndak masuk akal babar blas ..!!
Selain celah teknologi berbentuk gadget memang ada faktor lain: keluarga. Hubungan ayah dan ibu si Fulan telah lama tak lagi harmonis. Mereka bahkan sudah bercerai sekarang. Tak bisa dipungkiri hal tersebut ikut jadi faktor penentu. Kurangnya perhatian dan kasih sayang menjadikan Fulan merasa nyaman dalam dekapan dan elusan kadal homo beracun itu.
Singkat cerita akhirnya si ibunda menikah lagi dan hijrah ke ibukota bersama Fulan. Mereka mencoba membangun impian baru, merajut keluarga ahli surga dan menjauh dari mimpi buruk yang telah menghantui hidup mereka. Semoga Allah senantiasa melindungi mereka dan segera mengazab bajingan homo yang telah nyaris merusak masa depan anak shalih itu.
Jadi paham kan kalau perilaku iblis ini musti diperangi dengan keras?? Pelakunya sungguh perlu dikasihani dan diajak kembali normal, tapi tak ada ampun untuk perilaku dan tindakannya.
NB: Bantu saya share tulisan ini sebelum mereport dan menghapus tulisan ini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment