Berbagai kegiatan dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi perubahan tahun beberapa saat tadi.
Terpikir oleh saya dengan semua perkembangan situasi akhir akhir ini untuk mengajak diri saya, keluarga saya dan anda memikirkan bersama rumusan resolusi pengasuhan untuk tahun ini, 2018.
Berita yang paling mencuat diakhir tahun ini yang sangat mengguncangkan hampir semua keluarga adalah berita berita yang berseliweran tentang meluasnya LGBT dan zina akibat ditolaknyanya permohonan uji materii di MK thd KUHP pasal 284 285 292 terkait zina perkosaan dan lgbt yang diinisiasi sahabat sahabat saya dari AILA Indonesia. Beberapa pasal dari KUHP kita yang sudah terlalu tua untuk disesuaikan dengan kenyataan yang ada sekarang ini dimasyaraat kita. Saya tidak akan membahas hal tersebut karena sudah sangat banyak kita simak dari berbagai media terutama TV dan media social. Tapi saya akan mengajak diri saya dan anda untuk memikirkan langkah langkah kongkrit yang bisa dan harus kita lakukan di keluarga kita, segera.
Ajakan saya ini ini juga didasari dengan sangat kuat oleh data dari hasil penelitian yang kami lakukan hampir sepanjang tahun 2017 untuk mengetahui dampak kerusakan otak akibat pornografi terhadap anak dan remaja, yang insha Allah akan kami sosialisaikan diakhir bulan Januari yang akan datang.
Resolusi 1: Perkuat ketahanan Ayah-Ibu.
Selain dari tantangan terhadap pengasuhan anak anak kita, ketahanan terhadap eksistensi keutuhan ayah dan ibu tak kurang kurang di goyang berbagai godaan dizaman ini. Bagaimana kita akan berjuang melindungi anak anak kita kalau ayah dan ibu sendiri menghadapi masalah yang seperti tak berujung. Jadi mau tidak mau ayah dan ibu sebelum mampu menjalankan peran ‘mengasuh berdua’ saya himbau untuk berusaha sekuat tenaga menemukan dulu pokok masalah, berusaha untuk saling terbuka dan mengerti masa lalu dan pengaruhnya bagi kehidupan sekarang. Kita sedang berjuang mempertanggung jawabkan pengasuhan anak kita kepada Allah. Bila ayah – ibu sudah mampu bersatu dan kokoh maka ayah ibu harus segera membuat list apa yang perlu diperbaiki, ditingkatkan dalam hal pengasuhan untuk masing masing anak agar tangguh hidup di era digital ini .
Masing masing ayah dan ibu membuat 3 hal saja yang perlu diprioritaskan ditahun ini untuk masing masing anak.Kemudian gabungkan hasil ayah dan ibu dan terakhir pilih lagi hanya 3 saja minimal untuk di perbaiki dan disempurnakan 6 bulan kedepan. Setelah itu, dijadwalkan topik pembahasannya dan siapa penanggung jawabnya. Bila 3 hal ini telah teratasi maka nanti bisa dijadwalkan 3 hal lainnya untuk waktu berikutnya dengan proses yang sama. Dengan begitu insha upaya yang kita lakukan akan terukur dan bisa dievaluasi. Semua upaya ini harus disesuaikan dengan usia, tingkat kecerdasan dan keribadian masingmasing anak.Dalam hal ini semua haus dipimpin oleh ayah. Peran ayah dalam pengasuhan semakin kritis dan mutlak diperlukan dalam keadaan yang semakin genting sekarang ini. Kurangnya peran dan kehadiran ayah dalam pengasuhan justru sangat signifikan menjadi penyebab dari berbagai masalah moral dan spiritual yang kita hadapi sekarang ini.
Resolusi 2: Menyicil “hutang jiwa” dan merumuskan ulang Tujuan Pengasuhan .
Kalau kita berhutang di bank harus kita cicil begitu jualah hutang jiwa pada anak anak kita. Untuk mewujudkan peningkatan kualitas pengasuhan anak kita, tak bisa tidak kita harus berusaha mencicil dulu “hutang hutang jiwa” yang kita buat tak sengaja sepanjang pengasuhannya ditahun tahun yang lalu. Ayah ibu harus bekerjasama menutup lubang lubang pengasuhan ini, dengan lebih banyak memberikan perhatian dan kasih sayang, kesempatan untuk bersama, mendengarkan perasaan anak, berdialog tentang kesulitan dan tantangan yang mereka hadapi. Jangan lupa bahwa Tujuan utama pengasuhan adalah untuk menjadikan anak anak kita menjadi penyembah hanya Allah saja.Mereka bukan saja harus mengerti tentang berbagai aturan dasar agama tetapi juga senang menjalankannya dan bisa menerapkan batas batas yang boleh dan tidak, yang haram dan halal. Tujuan lainnya adalah bagaimana secara bertahap sesuai dengan usianya anak memiliki kualitas untuk menjadi calon suami istri dan ayah ibu. Sederhana saja, mulailah dengan bertanggung jawab dengan diri sendiri dan punya empati pada orang lain. Bagaimana anak bisa menunjukkan semua hal diatas, kalau kita sekarang mengabaikan perasaannya. Hal lainnya akan berjalan sesuai usia. Tujuan pengasuhan lainnya adalah membantu anak untuk menjadi professional dengan sukses ditiap jenjang pendidikan dan seperti yang ditentukan oleh agama kita bahwa setiap manusia itu harus menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dan keluarganya serta bermanfaat bagi orang banyak.
Resolusi 3 : Komunikasi yang benar, baik dan menyenangkan.
Kemampuan berkomunikasi adalah salah satu kemampuan yang sangat dibutuhkan dimasa depan, dimana kini komunikasi tersebut telh sangat diringkas dan di”hemat” dengan adanya perangkat teknologi komunikasi. Tetapi komunikasi tatap muka tak bisa dihilangkan begitu saja dan menjadi hal yang penuh tantangan untuk dilakukan dimasa depan, karena sekarang antar kamar saja anak dan ortu berkomunikasi lewat wassap atau sms!.
Kitab suci kita sudah merumuskan aturan baju tentang berkomuikasi yang benar. Biasakanlah untuk tak kehilangan komunikasi tatap muka, bicara baik baik dan berkata benar, bicara dengan kasih sayang, bicara dengan lemah lembut dan dengan suara yang rendah, karena dengan suara tinggi dan besar adalah suara Himar.Komunikasi juga harus mengindahkan kaidah cara kerja otak. Hanya kombinasi agama dan cara kerja otak itulah komunikasi bisa menyenengakan dan mengikat hati dan rasa antar ayah ibu dengan anak anak dan antar anak dengan saudara dan teman2nya.
Resolusi 4: Mengajarkan agama sendiri.
Kewajiban kita pada Allah sebagai “baby sitter”Nya adalah memperkenalkan Allah,RasulNya dan kitabNya serta berbagai aturan dalam kitab suci kita secara langsung pada anak anak kita.Kalau dasar pengetahuan kita kurang, itulah yang harus kita upyakan untuk ditingkatkan terlebih dahulu. Tidak ada salahnya dan tidak usah malu bila kita harus belajar “bersama” anak, karena itu lebih benar dan mulia dibandingngkan mensubkontrakkannya ketangan orang atau institusi lain. Kita perlu memantau pemahaman dan pengetrapannya sepanjang kehidupan mereka sehari hari. Ya keimanannya, ibadahnya, amalan hariannya , akhlaknya adalah tanggung jawab utama kita. Buat kerangkanya untuk masing masing anak sesuai usia, tempel ditempat yang sering terlihat agar mudah teringat, dan berusaha melaksanakan dan mengevauasinya. Kita tidak perfect, jadi jangan berharap anak kita perfect. Pendidikan itu perlu proses. Prinsipnya yang penting SUKA bukan BISA saja. Kalau suka , anak mengerjakan perintah Allah sebagaimana semestinya, bukan hanya BISA melakukannya ketika kita ADA saja!.
Resolusi 5 : Persiapkan anak Baligh.
Karena makanan yang bagus dan rangsangan juga “bagus”, anak kini baligh lebih cepat dibandingkan masa kita remaja dulu. Jadi jangan pernah berfikir “Ah masih lama!”. Tanggung jawab persiapn baligh ini tidak sederhana dan tidak bisa dianggap sepele. Karena begitu anak baligh yang artinya dia telah “sampai” ketahapan dewasa, berarti hukum agama sudah berlaku baginya. Dia sudah dewasa!. Akhirnya khusus untuk anak laki laki, kita abai. Padahal mereka adalah target pebisnis Narkoba dan pornografi!. Orang tua sudah harus mempersiapkan anak pelan pelan dengan penjelasan yang sederhana apa yang akan dihadapi anak pada masa pubertasnya sejak diatas usia 7 tahun. Dari segi ibadahnya,menjaga tubuhnya, berpakaian, pisahkan tempat tidurnya, pergaulan dengan keluarga maupun teman dan sekitarnya dan berbagai adab hidup lainnya.Jangan hanya fokus pada reputasi akademis saja, karena kerusakan otak akibat pornografi tak bisa dilihat dari terganggu atau tidaknya prestasi akademisnya, tapi pada kehidupan emosinya dan spiritualnya!.
Resolusi 7 : Bijaklah berteknologi.
Mengejutkan sekali data yang kami peroleh dari angket yang kami sebarkan dibeberapa propinsi sejak pertengahan tahun 2017 ini, bahwa kecenderungan orang tua memberikan gadget dan social media semakin membenkan diusia semakin muda. Ada beberapa kota dan kabupaten tertentu yang persentase pemberian gadget pada anak BATITA DAN BALITA lebih tinggi dari pada anak SD!.
Kami kawatirkan hal ini terjadi karena orang tua benar benar LATAH, memberikan gadget pada anak karena anak orang lain punya . Tapi lebih menyedihkan lagi kalau pemeberian itu karena orenga tua NGGAK MAU REPOT ngurus anak yang ‘lasak/aktif dan menangis/ rewel atau yang lebih parah karena mereka tidak mau terganggu dalam membaca dan membalas pesan2 teman dari berbagai grup yang dia miliki.
Andai saja para orang tua ini tahu akibatnya bagi otak anak itu, gangguan pada mata, jemari, tulang belakang, perilakunya, dan keberhasilan hidup secara emosional dan spiritual dan betapa repot dan ruginya mereka nantinya, pasti mereka berjuang untuk menunda memberikan perangkat canggih itu pada anak anaknya.
Kendali ini letaknya pada ayah. Berilah anak perangkat teknologi sesuai dengan para penciptanya memberikan pada anak anak mereka 12- 13 tahun. Dan mulai denga perangkat yang sederhana fungsinya.Pemberian perangkat canggih ini tidak bisa tidak harus dengan penjelasan akan fungsi dan bahayanya, aturan yang harus dibahas dan disepakati bersam dan merumuskan konsekuensinya bial dilanggar. Itu saj juga tidak cukup, tpi harus disempurnakan dengan pendampingan , dialog dan diskusi dan pembuatan peraturan berikutnya sesuai dengan meningkatnya usia. Ayah ibu harus menjelaskan pada anak bahaya pornografi, kriminalitas, berbagai jenis narkoba dan kemungkinan kejahatan melalui perangkat tersebut dan bagaimana menghindarinya dengan cara melakukan “bermain Peran” atau Role Play.
Menyedihkan sekali menemukan fakta dari kegiatan kami, anak anak yang diberikan HP pada usia muda, ternyata mengakses pornografi mulai jam 10 malam sampai dini hari…
Sekali lagi ayah bunda, anak anda generasi Millenials dan generasi Alpha (lahir diatas 2010!), tantangannya luar bisa.
Selamat berjuang, Tawakkal dan selalu minta petunjuk Allah dan perlindungannya dan selalu baut semua usha dengan doa yang tiada putus.
Insha Allah!
Elly Risman
No comments:
Post a Comment