Fahri hamzah
MAAF, PEMIMPIN KITA ASYIK SENDIRI. TAK PAHAM KITA SEDANG DISERANG.
Yang rusak itu yang nekan...ini kelompok yang selama ini mendompleng dari jalanan...dulu mereka bisa dikte MK supaya dukung semua agenda mereka..
Begitu orangnya gak bisa ditekan mereka marah... saya tahu betul kelakuan mereka...itu-itu aja orangnya...
Saya ingat betul bagaimana kelompok itu bekerja untuk menekan MK supaya memberikan legitimasi kepada UU 30/2002 tentang KPK padahal di dalamnya ada banyak penyimpangan.
Tapi hakim tidak berani meluruskan. Hakim ditekan seperti yang mereka lakukan sekarang.
Padahal semakin hari KPK sebagai produk UU 30/2002 semakin nampak sebagai negara dalam negara atau kekuatan proxi untuk menciptakan instabilitas dalam negara khususnya sistem peradilan pidana Indonesia. MK seharusnya meluruskan, tapi mereka tekan.
Kekacauan selama 16 tahun adanya KPK ini seperti ada yang menjaga supaya tetap kacau.
Ketidaksinkronan antara lembaga dan antara aturan sebetulnya kasat mata. Tapi sengaja dijaga.
Saling curiga antar lembaga terus saja terjadi mulai CICAK VS BUAYA sampai Pansus Angket KPK
Kelompok ini seperti paham betul cara menggalang kekacauan tanpa terasa, seolah konstitusional.
Kalau kelompok lain mengkritik MK dan KPK, mereka bilang intervensi peradilan tapi mereka menekan pakai opini dan aksi paling sering mereka lakukan.
Saya ingat dulu ketika Judicial Review atas UU 30/2002 dilakukan oleh berbagai kalangan. Mereka bisa bikin Headline media, “AWAS KORUPTOR FIGHT BACK!”.
Padahal orang ingin agar semua UU merujuk kepada Konstitusi. Saat itu hakim MK juga ditekan.
Padahal Judicial Review adalah hak setiap warga negara yang merasa bahwa sebuah UU telah merugikan hak-haknya dan bertentangan dengan UUD1945.
Itulah yang dirasakan oleh banyak orang dengan UU 30/2002. Tapi semua tiarap karena dituduh antek koruptor oleh mereka.
Orang-orang itu mengaku pembela HAM dulu, waktu pesanannya membela HAM. Sekarang mereka membolehkan UU mengintip warga negara tanpa batas.
Mereka menyetujui proses hukum yang didominasi oleh satu lembaga tanpa batasan bahkan tanpa SP3 dan pengawasan.
Waktu melawan TNI mereka memakai HAM tapi waktu membangun proxi KPK mereka mencampakkan HAM.
Jadi buat mereka yang penting bukan HAM tapi eksistensi mereka dalam menciptakan kekacauan dalam sistem kita. Cara2 mereka bebas nilai dan Machiavellian.
Jaringan mereka luas, mereka punya banyak teman tukang ganggu negara kita di luar.
Kemampuan mobilisasinya tinggi termasuk pada guru besar yang gak paham persoalan.
Mereka dimobilisasi untuk sesuatu yang aneh; menolak mendiskusikan dan menganggap sesuatu final.
Dalam soal KPK, aneh karena para guru besar melarang kampus mendiskusikannya. UU 30/2002 dianggap sebagai ayat Tuhan yang kalau diubah dianggap penistaan.
Akhirnya semua beku dan sejak lahirnya PANSUS KPK di DPR RI mereka marah karena aurat KPK terbuka.
Nampaknya, kemarahan memuncak ketika MK memutuskan bahwa Pansus KPK DPR RI konstitusional dan punya hak untuk memanggil KPK untuk ditanyai segala temuan.
Mereka menyerang ketua MK yang memang pendirian konstitusionalnya tidak bisa mereka kendalikan.
Sudah lama memang saya dengar mereka marah terutama setelah beberapa hakim MK ditangkap.
Lalu prof Arief konsolidasi karena MK disusupi banyak orang liar; tapi mereka seperti dapat angin belakangan berharap proxi mereka menjadi ketua tapi gagal.
Mulailah MK ditekan dan mungkin akibatnya terjadi perpecahan.
Seperti juga KPK, lembaga itu sekarang penuh intrik dan politik. Antara penyidik bikin kubu dan blok politik.
Mereka punya afiliasi yg menentukan preferensi dalam penanganan perkara. Hancur negara!
Mari kita akhiri permainan kelompok2 proxi dan liar ini. Mari kita bersatu perkuat lembaga negara yang inti.
Sebab kekacauan ini adalah ‘by design’ maka mari hentikan disain mereka. Stop pelemahan lembaga negara dan stop politik tekan menekan lembaga negara.
Ketika semua lembaga telah mengalami kehancuran reputasi jangan cepat salahkan diri sendiri; @DPR_RI @DPDRI @MK_RI @MahkamahAgung @KomisiYudisial @DivHumasPolri @KejaksaanRI @Puspen_TNI mari bersatu melawan perang proxi...ini nyata.
Ini adalah modus perang baru. Perang melawan diri sendiri.
Kita diadu dan diperdaya akibat ego dan senang bangga dengan diri sendiri.
Memang, tidak enak dikatakan, tapi tetap harus dikatakan, bahwa kita diserang karena kita tidak menyerang dan kita tidak punya pemimpin dalam perang ini.
Inilah tragedinya. Pemimpin tidak tahu bahwa kita sedang diserang. Pemimpin asik sendiri. Ampun deh. Maafkan.
Twitter @Fahrihamzah 11/2/2018
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2104361816247309&id=613928278624011
No comments:
Post a Comment