Tuesday, January 23, 2018

PESAN CINTA SEDERHANA

Hasil gambar untuk PESAN CINTA SEDERHANA

Suatu hari di sebuah warung sederhana, di Kepatihan Wetan, Solo, aku mengamati dialog di dalamnya.

“Gratis Mbok??“ si Parjo bertanya heran.

“Ya , kenapa? makan aja apa yg kamu suka."

“Wah.... terimakasih mbok...terimakasih…”

Si Mbok tersenyum riang ketika memperhatikan Parjo, langganannya yg biasa berhutang di warungnya, sekarang menyantap makanan dg lahapnya.
Mungkin kali ini pria itu dapat menikmati makanannya dg tanpa beban.
Keringat meleleh di keningnya.

“ Jo...“

“Ya, Mbok. Ada apa..? apa ini hanya guyonan saja Mbok?" Parjo melongo ke arah si Mbok dg bingung dan mulut yg masih terisi nasi.
Tapi si mbok tetap tersenyum.

“Ini catatan Bon kamu ya. ? tanya si Mbok dg tersenyum.

“Ya Mbok. Tapi aku ndak ada duit sekarang."

“Ya, aku tahu. Kamu memang selalu ndak ada uang akhir2 ini.
Ya sudah, bon kamu aku hapus..“  jawab simbok dg senyum.

“ Hapus???“ teriak Barjo dg bengong.
“wah,  lelucon apa lagi ini Mbok. Jangan bikin aku jantungan Mbok. Gratis saja aku sudah bingung…lah sekarang bonku malah dihapus, lagi.“

“Ya ..kamu ndak perlu jantungan. Terima aja. Aku senang kok” Jawab simbok.

Hari itu ada hampir 40 orang yg datang makan di warung mbok Mijah.
Mereka semua adalah supir angkot, tukang becak, pemulung, pedagang asongan, pengamen jalanan dan tukang minta2 yg biasa nongkrong di sudut jalan.
Semua menikmati makanan dg gratis.
Bahkan sebagian dari mereka yg punya catatan hutang dinyatakan dihapus oleh simbok.
Kebahagiaan jelas sekali terpancar diwajah si Mbok.

Pemandangan tsb  aku saksikan sendiri sambil asyik menikmati es teh manis.
Mereka yg datang seakan tidak memperdulikan ku.
Tapi tidak ada satupun ekspresi wajah dari mereka yg luput dari perhatianku.

Hari itu memang aku sengaja datang ke warung si Mbok yg jd langgananku ketika aku mahasiswa dulu.
Si Mbok hampir tidak percaya ketika aku datang.‎

"Maksud mas??“ Tanya siMbok dg sedikit terkejut.

“Ya Mbok. Aku ingin tahu berapa jumlah penjualan Si mbok bila seluruh makanannya habis terjual.”  tanyaku tanpa memperdulikan keterkejutannya.‎

“400 ribu rupiah, Den. Tapi tidak semua simbok terima karena sebagian dihutangin”

“ Baik. Berapa jumlah catatan hutang dari semua pelanggan si Mbok“  tanyaku lagi.

“ Ada Rp. 700 ribu" jawabnya lagi tapi masih bingung.

“Oke Mbok. Nah ini saya beri uang Rp. 1.500.000.“ kataku sambil memberikan uang itu kepadanya.

“Oh.. Untuk apa ini Den…??” Sekarang benar2 bingung dia.

“ Aku hanya ingin memberikan uang ini kepada SiMbok. Karena dalam keadaan sulit siMbok masih bisa berbuat baik sama orang. Simbok bisa ngutangin orang yg butuh makan walau simbok sendiri tidak tahu kapan orang itu akan membayar.”

Sambil memperhatikan wajahnya yg berseri dalam kebingungan, kupegang tangannya dan menyerahkan uang itu.

“Nah, apa yg akan siMbok lakukan dengan uang ini?" sambung ku.

“SiMbok hanya ingin memberi kesempatan semua langganan makan gratis hari ini. Menghapus semua hutang mereka.” Jawabnya.

_“Mengapa???“. Sekarang gantian aku yg bingung.

“Simbok orang miskin. Simbok pengen bersedekah tapi ndak pernah bisa. Wong hidup juga sulit begini." Katanya.

**
Ketika senja mulai beranjak malam. Aku melangkah menjauhi sudut jalan itu.
Di dalam mobil aku termenung. Selama ini kita begitu hebatnya menggunakan retorika bahwa kita peduli dg si miskin. Kita marah kepada ketidak-adilan. Tapi kita tidak berbuat banyak.
Tapi sebetulnya kehadiran Allah tetap ada di lingkungan simiskin.
Dengan kesahajaan di antara mereka dan cara mereka, mereka berbagi untuk saling peduli. Itu...

Negeri ini kuat karena rahmat Allah yg meniupkan pesan cinta ke hati siapapun utk saling berbagi.
Masalahnya ada yg bisa membaca pesan itu dan ada yg tidak membacanya.

Si Mbok adalah contoh bhw pesan cinta Allah dibacanya dg baik, walau sedikit yg  dia punya itulah yg dia bagi... dan dia bahagia karena itu...

Saudaraku...‎
Memang cinta selalu menyehatkan dan menentramkan walau harus dg memberi sesuatu dimana pada waktu yg bersamaan diri sendiri juga sangat membutuhkannya.

"Berbagi tidak harus menunggu kaya."

No comments: