Melepas status PNS
dilakoni Ahmad Syaikhu demi terjun ke dunia politik. Bukan tergiur kekuasaan,
tapi karena menyadari, melalui politik ia bisa menebarkan kebaikan secara masif dan signifikan. Karier Syaikhu di dunia
politik tercatat di kursi legislatif maupun eksekutif. Pria kelahiran Cirebon
53 tahun lalu ini pernah menjadi anggota DPRD Bekasi periode 2004-2009 dari Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), serta anggota DPRD Jawa Barat periode
2009-2013. Pada 2013, Syaikhu terpilih menjadi Wakil Walikota Bekasi
mendampingi Walikota Rahmat Effendi.
Selain berpolitik, Syaikhu pun aktif di bidang sosial-keagamaan. Ia mendirikan Yayasan At Tibyan dan Yayasan Bina Umat yang bergerak di bidang pendidikan Islam dan tahfiz (hafalan) Al Quran. Perhatian Syaikhu pada pemberdayaan masyarakat memang sudah terasah sejak kecil, yakni sejak ia ‘nyantri’ di Pesantren Nadwatul Ummah, Buntet, Cirebon.
Didikan para
kyai membuat Syaikhu tumbuh menjadi pribadi yang agamis dan peduli. Bahkan sang
Ayah—KH. Ma’soem bin Aboelkhoir—menyematkan nama ‘Syaikhu’ agar sang anak
mengikuti teladan KH. Ahmad Syaikhu, seorang ulama Nahdlatul Ulama (NU) bersahaja
yang pernah menjadi Ketua DPRS era Bung Karno dulu.
Maka, keputusan Syaikhu maju dalam Pilgub Jabar bukanlah sesuatu yang tiba-tiba, namun merupakan rangkaian penyebaran kebaikan yang sudah dimulai jauh-jauh hari. Ayah enam anak ini meyakini bahwa kemajuan suatu daerah berawal dari kualitas kepribadian masyarakatnya, dan kepribadian yang baik hanya diperoleh jika orang-orang terbiasa melakukan hal-hal baik. “Hidup adalah pilihan: memegang gelombang atau mengikuti arus.”
Lewat motto
ini, Syaikhu mengajak kita berpikir, apakah kita mau terus terombang-ambing
dalam ketidakjelasan, atau justru terpanggil ambil bagian dalam perbaikan diri
dan sekitar kita.
No comments:
Post a Comment