Benarkah wanita dilarang memakai celana panjang tanpa
memakai rok?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Allah membedakan antara lelaki dan wanita. Allah menegaskan,
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى
“Lelaki itu tidak seperti wanita.”
(QS. Ali Imran: 36)
Apa yang dinyatakan oleh Allah, itu yang sesuai keadilan dan
sejalan dengan kodrat manusia. Karena itu, menyamakan antara lelaki dan wanita
adalah kedzaliman dan menyimpang dari fitrah.
Diantara perbedaan itu adalah perbedaan dalam berpakaian.
Pakaian lelaki berbeda dengan pakaian wanita. Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam melaknat lelaki yang memakai pakaian wanita dan sebaliknya.
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ
لُبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لُبْسَةَ الرَّجُلِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melaknat laki-laki yang berpakaian wanita dan wanita yang berpakaian
laki-laki.” (HR. Ahmad 8309 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Disamping itu, pakaian wanita sama sekali tidak boleh
menampakkan lekuk tubuh. Tak terkecuali bagian kaki. Sehingga harus ditutupi
dengan rok atau semacamnya.
Sahabat Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhuma bercerita,
كَسَانِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُبْطِيَّةً
كَثِيفَةً كَانَتْ مِمَّا أَهْدَاهَا دِحْيَةُ الْكَلْبِيُّ، فَكَسَوْتُهَا امْرَأَتِي،
فَقَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مَا لَكَ لَمْ تَلْبَسِ
الْقُبْطِيَّةَ؟ ” قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، كَسَوْتُهَا امْرَأَتِي. فَقَالَ لِي
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مُرْهَا فَلْتَجْعَلْ تَحْتَهَا
غِلَالَةً، إِنِّي أَخَافُ أَنْ تَصِفَ حَجْمَ عِظَامِهَا
“Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam pernah memberiku baju Quthbiyyah yang tebal. Baju tersebut dulu
dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau. Lalu aku berikan baju itu
kepada istriku. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menanyakanku,
‘Kenapa baju Quthbiyyah-nya tidak engkau pakai?’. Kujawab, ‘Baju tersebut aku
berikan kepada istriku, wahai Rasulullah’. Beliau berkata, ‘Suruh dia memakai
baju rangkap di dalamnya karena aku khawatir Quthbiyyah itu menggambarkan lekuk
tubuhnya’.” (HR. Ahmad 21786 dinyatakan Syuaib al-Arnauth – bisa dinilai
hasan).
Qubthiyah istilah untuk menyebut produk asal qibthi,
penduduk mesir.
Dalam hadis di atas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak membiarkan Usamah bin Zaid ketika dia memberikan kain itu ke istrinya.
Karena beliau memahami, kain itu jika dipakai wanita, bisa menampakkan lekuk
tubuhnya.
Berdasarkan keterangan di atas, para ulama melarang wanita
memakai celana tanpa ditutupi kain.
Syaikh Dr. Abdullah bin Jibrin pernah ditanya tentang hukum
wanita memakai celana.
Jawaban beliau,
لا يجوز للمرأة عند غير زوجها مثل هذا اللباس لأنه يبين تفاصيل جسمها،
والمرأة مأمورة أن تلبس ما يستر جميع بدنها لأنها فتنة وكل شيء يبين من جسمها يحرم
إبداؤه عند الرجال أو النساء والمحارم وغيرهم إلا الزوج يحل له النظر إلى جميع بدن
زوجته، فلا بأس أن تلبس عنده الرقيق أو الضيق ونحوه والله أعلم.
“Tidak boleh bagi wanita menggunakan
pakaian semisal itu di hadapan lelaki yang bukan suaminya. Karena pakaian yang
demikian dapat menggambarkan bentuk-bentuk tubuhnya. Dan wanita diperintahkan
untuk menutup seluruh tubuhnya, karena dia adalah fitnah (godaan). Dan semua
pakaian yang dapat menggambarkan bentuk tubuh wanita tidak boleh dipakai di
hadapan para lelaki, atau para wanita, atau para mahram dan yang selain mereka.
Kecuali suami, ia boleh melihat istrinya pada seluruh tubuhnya. Maka di hadapan
suami boleh menggunakan pakaian yang ketat atau semisalnya. Wallahu a’lam.”
(Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, 101/4)
Jika wanita memakai celana namun tidak ditutupi dengan
pakaian luaran, tidak diperbolehkan. Tapi jika memakai celana panjang hanya
untuk daleman dan akan ditutupi pakaian yang lain, tidak ada masalah.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
No comments:
Post a Comment