RIDHA ITU MENGUBAH SEGALANYA
Setiap saya mau masuk kelas ini, ada saja keluhan di badan. Sering kali lemas seperti tidak ada energi. Kadang pusing, kadang mual. Tapi karena ini kewajiban, saya tetap masuk kelas ini. Dan hasilnya, energi saya seakan habis terkuras. Emosi sering meledak. Peraturan dan hukuman seakan tidak berbekas. Sekali dua kali bisa membuat kelas teratur. Selanjutnya... kembali seperti biasa.
Kelas ini memang spesial. Atau saya menduga penghuninya merasa spesial. Kelas ini adalah angkatan pertama di SD Islam tersebut. Mereka baru kelas 3. Berarti lebih dulu 3 tahun dari saya yang baru menjadi guru di sana, sudah begitu, pengalaman pertama menjadi guru pula. Jumlah mereka hanya 9 orang. Tapi serasa 90 orang, hehe. Sebagai anak didik “sulung” tentu mereka menyadari “orangtua” didik mereka sangat mengharapkan kehadiran mereka di “dunia” sekolah ini, apapun keadaannya.
Hari-hari berlalu. Kelas masih seperti dulu. Stress saya belum juga berlalu. Satu hal yang membuat saya tetap bertahan: Saya ini pendidik. Maka saya terus berdoa, merenung, melakukan percobaan, mengevaluasi, mencari referensi, bertukar pengalaman. Berbagai tips saya coba. Saran-saran saya jalankan.
Pagi itu, saya bangun sebelum Shubuh. Setelah salat malam saya mengadu pada Sang Pencipta. Tentang kelemahan diri, tentang kekurang pengetahuan dalam mendidik. Saya serahkan kepadaNya, saya pasrah. Saya sadar ini adalah ujian saya. Mereka dihadirkan dalam kehidupan ini untuk meningkatkan kapasitas saya. Ya Allah... selama ini saya menganggap mereka sebagai pengganggu. Anak-anak, maafkan gurumu yang belum banyak tau ini.
Setelah itu saya sempatkan membaca Al-Quran sambil menunggu Shubuh. Terhenyak saya ketika membaca ayat 159 dari surah Ali Imran:
“Maka berkat rahmat Allah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu...”
Ayat itu seakan baru pertama kali saya baca. Saya ulang-ulang sambil diresapi maknanya: Lemah lembut. Keras hati: Lari dari sekitarmu. Maafkanlah. Mohonkan ampun. Bermusyawarahlah...
Siangnya saya mengajar seperti biasa di kelas “spesial” ini. Dengan mohon rahmat dari Allah agar diberi hati yang lembut. Ajaib! Hari itu barulah saya rasakan kenikmatan berinteraksi dengan mereka.Sungguh, waktu yang selama ini menyiksa, sekarang berlalu tanpa terasa. Energi yang biasa terkuras habis, saat itu serasa selalu penuh.
Benar saja, ketika hati kita ridha terhadap anak didik, ada energi besar yang membawa pada perilaku baik anak didik kita. Dan sebaliknya, ketika keras hati dikedepankan akan berbanding lurus dengan kenakalan anak didik.
Dedi S. 2018
No comments:
Post a Comment