Secara medis, pola tidur setelah subuh kurang sehat. Perlu
diingat yang namanya pola hidup tidak sehat, bukan sekarang akibatnya, tetapi
akumulasi dan akan terasa ketika usia mulai menua karena pola hidup yang tidak
sehat. Sebagaimana para perokok yang mengaku:
“Saya perokok tetapi masih kuat nih olahraga, masih sehat
kok”
jawabnya: nanti kita lihat ketika ia sudah akan tua, banyak
keluhan kesehatan bagi perokok ketika sudah tua.
Tidur setelah subuh tidak baik untuk kesehatan, karena saat
itu adalah jam tubuh mulai melakukan metabolisme dan pemanasan. Jika tertidur
lagi maka ibarat kendaraan yang tidak melakukan pemanasan. Ketika bangun jam 7
atau jam 8 pagi terasa masih lemas dan kurang bersemangat.
Tidur setelah subuh kurang sehat sebagaimana dijelaskan oleh
ulama yang juga seorang dokter, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Beliau berkata,
وَهُوَ مُضِرٌّ جِدًّا بِالْبَدَنِ لِإِرْخَائِهِ الْبَدَنَ وَإِفْسَادِهِ
لِلْفَضَلَاتِ الَّتِي يَنْبَغِي تَحْلِيلُهَا بِالرِّيَاضَةِ
“Tidur setalah subuh sangat
berbahaya bagi badan karena melemahkan dan merusak badan karena sisa-sisa
[metabolisme] yang seharusnya diurai dengan berolahraga/beraktifitas.”[4]
Jika bergadang sebelumnya dan perlu tidur, diusahakan tidur
setelah terbit matahari
Setelah begadang semalaman, tidurnya (untuk balas) tidak
langsung setelah subuh, tetapi setelah terbit matahari sekitar jam 6 pagi atau
jam 6.30 (waktu Indonesia).
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata,
ومن المكروه عندهم : النوم بين صلاة الصبح وطلوع الشمس فإنه وقت
غنيمة ….حتى لو ساروا طول ليلهم لم يسمحوا بالقعود عن السير ذلك الوقت حتى تطلع الشمس
“Di antara yang tidak disukai adalah
tidur antara shalat pagi dan ketika matahari terbit, karena tidur pada waktu itu kurang baik….
sampai-sampai jika seseorang berjalan (safar) sepanjang malam, mereka tidak
diizinkan untuk duduk (tidur dan istirahat) sampai terbit matahari.”
Beberapa ulama yang cukup sibuk melakukan seperti ini,
mereka tidur sebentar setealah terbit matahari kemudian berangkat kerja dan
mengajar.
[4] Zadul Ma’ad fi
Hadyi Khairil ‘Ibaad 4/222, Muassah Risalah, Beirut, cet. Ke-27, 1415 H
(dr Raehanul Bahraen)
No comments:
Post a Comment